Selasa, 12 Juni 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA FRAKTUR


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA FRAKTUR

Disusun oleh :
1.    Lutfi Ageng Firmana        ( 09.321.057 )
2.    Mukhlis Prasetya               ( 09.321.061 )
3.    Nur Rokayyah Pujiastuti  ( 09.321.064 )
4.    Tufi Laili                            ( 09.321.071 )
5.    Akhmad Giandini             ( 09.321.074 )
6.    Dian Eka Prasetya            ( 09.321.081 )
7.    Febriana Ria Maulita        ( 09.321.086 )
8.    Lailatul Fitria                     ( 09.321.091 )

SEMESTER VI/B
PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2012


PEMBAHASAN
1.        Pengertian fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000).
Fracture is abreak in the continuity of bone and is defined according to its type and extent. (Brunner &Suddarth, 2008)
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang diserap oleh tulang (Lnda Juall Carpenito, 2000).
Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Marilyam E. Doenges, 2000).
2.        Etiologi fraktur
Etiologi patah tulang menurut Barbara C. Long adalah :
                     a.       Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terkena.Hal ini mengakibatkan kerusakan jaringan lunak disekitarnya.Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi Fraktur pada tempat yang jauh daro tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak difraktur mungkin tidak ada.
                     b.       Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Otot-otot yang berada disekitar tulang tidak mampu mengabsorsi energi.
                     c.       Fraktur Patologis
Fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit, kanker yang bermetastase atau osteoporosis.dm
                     d.      Compresion force
Klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang
                     e.       Muscle (otot)
Akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani)
Trauma dapat bersifat:
a.       Trauma Langsung
Trauma langsung dapat menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b.      Trauma Tidak Langsung
Trauma yang dihantarkan lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
3.        Manifestasi fraktur
a.    Deformitas (Perubahan bentuk tubuh sebagian / umum)
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dar tempatnya.Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi karena rotasi pemendekan tulang dan penekanan tulang.
b.    Bengkak
c.    Echymosis dari pendarahan
d.   Keempukan
e.    Spasme Otot
f.     Nyeri yang disebabkan oleh spasme otot Karena berpindahnya tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
g.    Kehilangan sensasi
h.    Terjadi karena rusaknya saraf.
i.      Pergerakan Abnormal
j.      Peningkatan temperature lokal
k.    Krepitasi Rasa (gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang digerakkan)
l.      Shock Hipovolemik akibat hilangnya darah.

4.        Klasifikasi fraktur
Penampilan Fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a.         Berdasarkan sifat fraktur
1)        Fraktur tertutup (Closed Fraktur)
Adalah fraktur yang tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.Disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh.
Klasifikasi fraktur tertutup :
·      Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak disekitarnya
·      Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal / memar jaringan subkutan
·      Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan
·      Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2)        Fraktur terbuka (Open Fraktur)
Adalah fraktur yang terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Klasifikasi fraktur terbuka :
·      Derajat 1   : Jika kurang  dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk, kontaminasi ringan
·      Derajat 2   : Laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak lebih banyak namun tidak luas, kontaminasi sedang
·      Derajat 3   : Terjadi kerusakan jaringan lunaik yang luas meliputi struktur kulit otot dan neuromuskulan, serta kontaminasi derajat tinggi
b.         Berdasarkan komplit / tidak komplitnya fraktur
1)        Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2)        Fraktur incomplit
Bila garis patah tidfak melalui seluruh penampang tulang.
c.         Bedasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1)      Fraktur Transversal
Adalah fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi / langsung.
2)      Fraktur Oblik
Adalah fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3)      Fraktur Spiral
Adalah fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
4)      Fraktur Kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5)      Fraktur Avulasi
Fraktur yang diakibatkanh karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d.        Berdasarkan jumlah garis patah
1)      Fraktur Komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2)      Fraktur Segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.
3)      Fraktur Multipel
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tetapi tidak pada tulang yang sama.
e.         Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1)      Fraktur Undisplaced (Tideak bergeser)
Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan penosteum masih utuh
2)      Fraktur Displaced (Bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang juga disebut lokasi fragmen
3)      Fraktur kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
4)      Fraktur Patologis
Fraktur yang diakibatkan oleh karena proses patologis tulang.

  





5.        WOC
Non patologis
-       Trauma
-       Pukulan
-       kecelakaan
Kadar kalsium keluar melalui urine
Patologis
 


                                                                                   

Trauma langsung
Tulang tidak dapat menyerap kalsium
Fraktur
Osteoporosis
Tulang tidak tersusun
Rudapaksa
Benturan
Trauma tidak langsung
 













Close fraktur
Open fraktur
                                                                          

Odema
Contusio jaringan lunak
Kerusakan jaringan lunak
Perubahan struktur jaringan
 




Pembentukan jaringan abnormal
Pembentukan tekanan neuro sensori
Masuknya mikroorganisme
                                                                                                                                                      

Reaksi inflamasi
Merangsang makrofag
Tumor, rubor, kalor, dolor dan fungsiolesa
Resiko tinggi inflamasi
Merangsang reseptor kimia
Menuju korteks serebri
Prostaglandin, bradikinin, histamin, serotonin
Peningkatan Reseptor nyeri
Penurunan vaskularisasi
Laserasi kulit
Penekanan pada luka ( area luka )
Resiko kerusakan integritas kulit
 









                                                       
Nyeri akut
 



                                            
Post operasi
Pre operasi
 


                                                                       
 

Bowel
Brain
Blood
Breathing
Pergeseran fragmen tulang
                                                  

 

Penurunan mortilitas usus
GCS menurun
Perdarahan
Masukknya mikroorganisme pada saluran pernapasan
Terputusnya fragmen tulang
                                                                                                           
 

O2 jaringan menurun, Hb menurun
                                  
Perdarahan
Peristaltik usus menurun
Disorientasi TWO
 
Penumpukan sekret
                                                                                   
Ansietas
Kehilangan volume cairan
SaO2 menurun. PaO2 naik
Resiko konstipasi
 


Bersihan jalan nafas inefektif
                                                             
Resti shock hipovolemik
 


Gangguan perfusi jaringan
                                                                       









Dampak hospitalisasi
Bone
Terjadi kelemahan pada otot/spingter atau vesika urunaria
Bladder
Pergeseran fragmen tulang
Penurunan aktivitas
Deformitas
Gangguan eliminasi urine
Inkontinensia urine
Gangguan mobilitas  fisik
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
 























Pasien
Keluarga
HDR
Ancietas
Ancietas
 










6.        Pemeriksaan penunjang
a.       Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini menentukan lokasi dan luasnya fraktur / cedera. Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan Lateral.Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) untuk memperlihatkan patoligi yang dicari karena adanya super posisi.Perlu diketahui bahwa permintaan X-Ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada X-Ray adalah :
1.    Bayangan jaringan lunak
2.    Tipis tebalnya korteks akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau rotasi
3.    Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
4.    Selain X-Ray kadang perlu teknik khusus seperti :
a)      Tomografi menggambarkan tidak satu struktur saja tetapi struktur lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tetapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b)      Myelografi menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang verkbre yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c)      Arthografi meggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
b.      Stan Tulang (Scan CT / MKI)
Memperlihatkan fraktur untuk mengidentifikasi kerusakan jaringa lunak. Dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
c.       Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d.      Pemeriksaan laboratorium
1)      Hitung darah lengkap
Mungkin terjadi peningkatan (Hemokonsentrasi) atau penurunan (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh trauma multiple), peningkatan jumlah leuksit adalah respon stress normal setelah trauma.
2)      Kretinin
Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk ginjal.

7.        Penatalaksanaan fraktur
Prinsip penanganan fraktur :
                   a.         Rekoginisi
Pengenalan riwayat kecelakaan, derajat keparahan, deskripsi peristiwa yang terjadi.
                  b.         Reduksi atau Refosisi
Usaha atau tindakan manipulasi fragmen dan tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
                   c.         Retensi dari reduksi atau mobilisasi
Setelah direposisi fragmen tulang harus direlensi atau mobilisasi untuk mempertahankan pada posisi kesejajaran benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasinya dengan cara :
1)        Fiksasi Eksterna (Fips dan Traksi)
2)        Fiksasi Interna (Orif) dengan lempeng logam (Plate) dan Nail yang melintang pada cavum medularis tulang.
                  d.         Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi normal bagian yang cidera.Rencana rehabilitasi harus segera dimulai dan dilaksanakan bersama dengan pengobatan.

Penatalaksanaan Medis
                   a.         Lakukan pemeriksaan fisik terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan mengetahui syok atau tidak (sirkulasi).
                  b.         Lakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik secara terperinci, waktu kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai diruma sakit (menginat golden periode 1-6 jam). Bila lebih dari 8 jam komplikasi infeksi semakin besar.
                   c.         Melakukan foto radiologi
                  d.         Pemasangan bidai untuk menguranghi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak. Selain itu untuk memudahkan proses pembuatan foto.

8.        Tahap penyembuhan tulang
1.      Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2.      Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3.      Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen  tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.
4.      Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5.      Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.

9.        Komplikasi
a.    Komplikasi awal
1)      Shock Hipovolemik/traumatik
Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) → perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak → shock hipovolemi.
2)      Trombo emboli vena
Berhubungan dengan penurunan aktivitas/kontraksi otot/bedrest
3)      Infeksi
Fraktur terbuka: kontaminasi infeksi sehingga perlu monitor tanda infeksi dan terapi antibiotik
b.    Komplikasi lambat
1)      Delayed union
Proses penyembuhan fraktur sangat lambat dari yang diharapkan biasanya lebih dari 4 bulan. Proses ini berhubungan dengan proses infeksi. Distraksi/tarikan bagian fragmen tulang
2)      Non union
Proses penyembuhan gagal meskipun sudah diberi pengobatan. Hal ini disebabkan oleh fobrous union atau pseudoarthrosis
3)      Mal union
Proses penyembuhan terjadi tetapi tidak memuaskan (ada perubahan bentuk)
4)      Nekrosis avaskuler di tulang
Karena suplai darah menurun sehingga menurunkan fungsi tulang .
 

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
a.       Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, no registrasi, tanggal MRS, diagnosa medis.
b.      Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada fraktur adalah nyeri.Nyeri bisa akut maupun kronik, tergantung lamanya serangan.
c.       Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri saat bergerak, adanya deformitas atau gerakan abnormal setelah terjadi trauma langsung yang mengenai tulang.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami fraktur sebelumnya, apakah klien mempunyai penyakit tulang seperti osteoporosis, kanker tulang, atau penyakit penyerta lainnya.
e.       Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga ada yang mengalami hal serupa dengan pasien, dan apakah keluarga memiliki penyakit tulang / penyakit lainnya yang diturunkan.
f.       Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon dan pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
g.      Pemeriksaan Fisik
1)      Breathing ( B1 )
Bagaimana pernafasannya, reguler/tidak, bagaimana kesimetrisannya, bagaimana suaranya apakah terdapat suara tambahan. Apakah terdapat pergerakan otot antar rusuk, bagaimana gerakan dada, bagaimana suaranya apakah ada pembesaran dada.
2)      Blood ( B2 )
Tanda :
·         Hipertensi (kadang-kadang terlihat senbagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
·         Takikardi ( respon stress, hipovolemi )
·         Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler, lambat, pusat bagian yang terkena.
·         Pembengkakan jaringan atau masa hematon pada sisi cedera.
3)      Brain ( B3 )
Gejala :
·         Hilang gerakan/sensori, spasme otot
·         Kesemutan
Tanda :
·         Deformitas local angurasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi (bunyi berdent) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi.
·         Agitasi (mungkin badan nyeri/ansietas/trauma lain)
4)      Bowel ( B4 )
Bagaimana bentuk/kesimetrisnya, turgor kulit abdomen apakah suara tambahan dan bagaimana peristaltik ususnya.
5)      Bladder ( B5 )
Bagaimana bentuk/kesimetrisannya, apakah terdapat lesi, apakah terjadi inkontinensia urun.
6)      Bone ( B6 )
Tanda :
·         Laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
·         Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
7)      Penyuluhan/pembelajaran
Gejala :
·         Lingkungan cedera memerlukan bantuan dengan transplantasi, aktivitas perawatan diri dan tugas pemeliharaan/perawatan rumah.

B.       Diagnosa Keperawatan
1.         Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, odeme jaringan lunak, berputusnya diskontinuitas jaringan tulang.
2.         Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, mobilisasi fisik
3.         Gangguan perfusi jaringan behubunga dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan tulang
4.         Resiko tinggi infeksi berhubungan denga tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit trauma jaringan, adanya fraktur terbuka
5.         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskular
C.      Intervensi Keperawatan
1.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot,  pergeseran fragmen tulang, odeme jaringan lunak.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang
KH : - Tindakan rileks
-   Mampu beraktivitas
-   Mampu melakukan teknik distraksi dan relaksasi.
Intervensi :
1)      Kaji tingkat nyeri, derajat dan lokasi nyeri.
R/ : Menentukan  karakteristik nyeri dan untuk melanjutkan tindakan selanjutnya.
2)      Pertahankan  mobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, traksi.
R/ : Menghilangkan/mengurangi nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang.
3)      Tinggikan dan dukung ekstrenitas yang fraktur.
R/ : Melancarkan aliran darah dan menurunkan odeme.
4)      Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
R/ : Untuk mengurangi nyeri.
5)       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat.
R/ : Menghilangkan nyeri.
6)      Observasi TTV.
R/ : Untuk mengetahui perkembangan tanda-tanda vital.
2.      Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, mobilisasi fisik.
Tujuan            : Mempertahankan integritas kulit dan memberikan kenyamanan.
KH                 : - Ketidaknyamanan hilang
-   Memudahkan penyembuhan.
Intervensi :
1)      Marage kulit dan penonjolan tulang
R/ :Untuk meminimalkan resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
2)      Pertahankan tempat tidak kering dan bebas kuman
R/ :Mempertahankan kondisi normal kulit.
3)      Ubah posisi dengan teratur
R/ :Untuk mencegah terjadinya kerusakan integritas kulit.
4)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi yang sesuai
R/ :Mempercapat proses penyembuhan.

3.      Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya aliran darah akibat adanya trauma jaringan tulang.
Tujuan : Perfusi periker dapat dipertahankan.
KH : - N : 60-100x/menit
-   Kulit hangat sensori normal
-   RR       : 16-24x/menit
-   TD       : 120/80 mmHg
Intervensi :
1)      Observasi TTV
R/ : Untuk mengetahui perkambangan tanda-tanda vitalnya.
2)      Kaji adanya gangguan motorik/sensorik pada pasien
R/ : Mengetahui perubahan motorik/sensorik pada pasien.
3)      Pertahankan posisi daerah fraktur lebih tinggi
R/ : Unhtuk memperlancar aliran darah
4)      Observsi adanya iskemic seperti penurunan suhu dan peningkatan rasa sakit
R/ : Untuk melakukan tindakan selanjutnya.
5)      Observasi adanya tanda sianosis atau penurunan kesadaran
R/ : Untuk melakukan tindakan selanjutnya.
6)      Dorong klien untuk melakukan mobilisasi secepatnya
R/ : Untuk meningkatkan sirkulasi dan mengurangi terjadinya trombus.
7)      Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan pemberian terapi yang sesuai
R/ : Untuk mempertahankan perfusi.

4.      Resiko tinggi infeksi berhubungan denga tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit trauma jaringan, adanya fraktur terbuka
Tujuan            : Mencegah terjadinya infeksi
KH                 : - Tidak terjadi infeksi pada daerah luka
-   Pasien dapat mempertahankan sistem imun tubuhnya.
Intervensi :
1)      Inspeksi kulit untuk iritasi/robekan kontinuitas
R/ :Untuk mengkaji luka kemungkinan infeksi.
2)      Kaji sisi kulit, perhatikan peningkatan nyeri atau rasa terbakar adanya odeme
R/ :Dapat mengidentifikasi timbulnya infeksi lokal.
3)      Ajarkan klien untuk tidak menyentuh sisi infeksi
R/ :Meminimalkan terjadinya infeksi.
4)      Lakukan pemeriksaan laboratorium
R/ :Untuk memantau patologis jika terjadi infeksi.
5)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
R/ : Mengurangi/menghilangkan infeksi.

5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kerusakan neuromuskular
Tujuan : Meningkatkan atau mempertahankan aktivitas klien
KH       : - Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan pembatasan gerak.
Intervensi :
1)      Jelaskan aktivitas-aktivitas apa yang dapat dikerjakan sendiri oleh klien dan apa yang perlu dibantu oleh perawat
R/ : Untuk melatih aktivitas klien.
2)      Bantu pemenuhan sehari-hari klien yang tidak dapat dilakukannya
R/ : Memenuhi kebutuhan sehari-hari pasien.
3)      Ajarkan dan anjurkan untuk latihan aktif pada kaki yang cedera
R/ : Mencegah terjadinya komplikasi dan meningkatkan kesembuhan.
4)      Ajarkan teknik relaksasi
R/ : Memberikan posisi yang nyaman.





DAFTAR PUSTAKA

Lewis (2000). Medical surgical nursing. St Louis: Mosby
Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta: EGC.   2004. p; 866-7
Smeltzer, S. C. (2008). Medical Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar