Selasa, 12 Juni 2012

askep myastenia gravis


BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar belakang
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk kesulitan  bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicara cadel, kelopak mata murung dan kabur atau penglihatan ganda.
Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60 tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.
Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10% memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker (malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.
Pada 40% orang dengan myasthenia gravis, otot mata terlebih dahulu terkena, tetapi 85% segera mengalami masalah ini. Pada 15% orang, hanya otot-otot mata yang terkena, tetapi pada kebanyakan orang, kemudian seluruh tubuh terkena, kesulitan berbicara dan menelan dan kelemahan pada lengan dan kaki yang sering terjadi. Pegangan tangan bisa berubah-ubah antara lemah dan normal. Otot leher bisa menjadi lemah. Sensasi tidak terpengaruh.
Ketika orang dengan myasthenia gravis menggunakan otot secara berulang-ulang, otot tersebut biasanya menjadi lemah. Misalnya, orang yang dahulu bisa menggunakan palu dengan baik menjadi lemah setelah memalu untuk beberapa menit. Meskipun begitu, kelemahan otot bervariasi dalam intensitas dari jam ke jam dan dari hari ke hari, dan rangkaian penyakit tersebut bervariasi secara luas. Sekitar 15% orang mengalami peristiwa berat (disebut myasthenia crisis), kadangkala dipicu oleh infeksi. Lengan dan kaki menjadi sangat lemah, tetapi bahkan kemudian, mereka tidak kehilangan rasa. Pada beberapa orang, otot diperlukan untuk pernafasan yang melemah. Keadaan ini dapat mengancam nyawa.
1.2      Rumusan masalah
a)      Bagaimana konsep miastenia gravis?
b)     Bagaimana konsep proses keperawatan pada miastenia gravis?
1.3      Tujuan umum
Menjelaskan konsep dan proses keperawatan miastenia gravis.
1.4      Tujuan khusus
a.      Mengetahui definisi miastenia gravis
b.      Mengetahui etiologi miastenia gravis
c.       Mengetahui patofisiologi miastenia gravis
d.      Mengetahui manifestasi klinis miaatenia gravis
e.       Mengetahui pemeriksaan diagnostik miastenia gravis
f.       Mengetahui komplikasi miastenia gravis
g.      Mengetahui penatalaksanaan miastenia gravis
h.      Mengetahui prognosis miastenia gravis
i.        Mengetahui asuhan keperawatan pada miastenia gravis
1.5      Manfaat penulisan
a.       Mahasiswa mampu dan mengerti tentang miastenia gravis
b.      Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien miastenia gravis




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Definisi
Miastenia gravis merupakan bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis adalah gangguan yang mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter).
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter).Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini terlihat paling sering pada wanita antara 15-35 tahun dan pada pria sampai 40 tahun.
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun saraf perifer berupa terbentuknya antibody terhadap reseptor pasca sinaptik asetilkolin (ACH) nikotinik pada myoneural junction.Dimana penurunan jumlah reseptor ACH ini menyebabkan penurunan kekuatan otot yang progesif dan terjadi pemulihan setelah istirahat. (Dewanto dkk,2009:62)




2.2  Etiologi
Penyebab gangguan ini tidak diketahui, tetapi kemungkinan terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin pada persimpangan neuromuskular akibat reaksi autoimun. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan kelemahan otot.
a)Autoimun : direct mediated antibody
b)         Pembedahan
c)Stres
d)        Tumor mediastinum
e)Obat-obatan :
-        Antibiotik (Aminoglycosides, ciprofloxacin, ampicillin, erythromycin)
-        B-blocker (propranolol)
-        Lithium
-        Magnesium
-        Procainamide
-        Verapamil
-        Chloroquine
-        Prednisone
2.3   Patofisiologi
Dasar Ketidaknormalan pada Miastenia Gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls syaraf menuju sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskular. Pada orang normal , jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi.
Pada Miastenia Gravis , konduksi neuromuskular terganggu, Jumlah asetilkolin berkurang , mungkin akibat cedera autoimun. Antibodi terhadap protein neuro reseptor asetilkolin ditemukan pada penderita Miastenia Gravis. Pada Klien Miastenia Gravis secara makroskopis otot-ototnya tampak normal.Jika ada Atropi,akibat otot yang tidak dipakai. Secara Mikroskopis pada beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten.( price and wilson,1995 dalamMuttaqin,2000;229)

S

2.3  Manifestasi klinis
Miastenia Gravis memiliki gambaran khas yaitu kelemahan dan kelelahan otot terutamasetelah beraktifitas . Pada derajat ringan gambaran klinisnya seringkali tidak jelas , seperti Ptosis.kelemahan otot timbul saat diprovokasi oleh aktivitas berulang.Miastenia Gravis dibagi menjadi 4 golongan :
1
Golongan I
Gejala-gejala banyak tampak pada otot okuler saja
2
Golongan II A
Kelemahan dan kelelahan umum yang ringan
3
Golongan II B
Kelemahan dan kelelahan umum yang sedang,sedangkan kelemahan otot okuler dan bulbar yang ringan dan sedang
4
Golongan III
Kelemahan dan kelelahan umum yang barat disertai kelemahan otot okuler dan bulbar
5
Golongan IV
Krisis miastenia / miastenia gravis kronis yang berat

Sedangkan Digiulo (2001:241) mendeskripsikan secara umum gejala Miatenia gravissebagai berikut:
·         Ptosis (kelopak mata terkulai) karena kelemahan otot
·         Diplopia (penglihatan ganda) karena ketidakmampuan untuk menjaga kedua mata fokuspada objek yang sama
·         Kesulitan menutup mata sama sekali, mata kering karena kelemahan otot
·         Kesulitan menelan (disfagia) karena kelemahan otot
·         Kelemahan otot di kemudian hari karena kelelahan
·         Kelemahan otot proksimal
·         Kelelahan / Fatique
·         Dalam lanjutan penyakit hilangnya kontrol kandung kemih dan usus; kesulitan dengan fungsi pernapasan



2.5 Klasifikasi

Klasifikasi
Klinis
MIASTENIA OKULAR
Hanya menyerang otot –otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tak ada kasus kematian.
MIASTENIA UMUM :
a)      Miastenia Umum Ringan
b)     Miastenia Umum Sedang
c)      Miastenia Umum Berat

a)      Miastenia Umum Ringan
·      awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot – otot rangka dan bulbar
·      Sistem pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik
·      Angka kematian rendah
b)      Miastenia Umum Sedang
·         Awitan bertahap dan sering disertai gejala – gejala okular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot – otot rangka dan bulbar
·         Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot – otot pernapasan tidak terkena
·         Respons terhadap terapi obat : kurang memuaskan dan aktifitas klien terbatas, tetapi angka kematian rendah
c)      Miastenia Umum Berat
  1. Fulminan akut :
·         Awitan yang cepat dengan kelemahan otot – otot rangka dan bulbar dan mulai terserangnya otot – otot pernapasan
·         Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan
·         Respons terhadap obat buruk
·         Insiden krisis miastonik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya tinggi
·         Tingkat kematian tinggi
  1. Lanjut :
·         Miastenia gravis berat timbul paling sedikit dua tahun setelah awitan gejala – gejala kelompok I atau II
·         Miastenia gravis dapat berkembang secara perlahan atau tiba – tiba
·         Respons terhadap obat dan prognosis buruk

KRISIS MIASTENIA
·      Miastenia dg kelemahan yg progresif dan terjadi gagal nafas mengancam jiwa
·      Kelanjutan dari mistenia generalisata berat
·      Onset terjadi tiba2 dan biasanya dipicu oleh infeksi saluran pernafasan atas yg berkembang menjadi bronkhitis atau pnemoni,pekerjaan fisik yang  berlebihan, melahirkan,

2.6  Pemeriksaan diagnostic
1.   Laboratorium
a)      Anti-acetylcholine receptor antibody
·         85% pada miastenia umum
·         60% pada pasien dengan miastenia okuler
b)      Anti-striated muscle
·         Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari 40 tahun
c)      Interleukin-2 receptor
·         Meningkat pada MG
·         Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2.   Imaging
a)      X-ray thoraks
·         Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior
b)      CT scan thoraks
·         Identifikasi timoma
c)      MRI otak dan orbita
·         Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak digunakan secara rutin
3.   Pemeriksaan klinis
a)      Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
b)      Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia
c)      Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd kelemahan pita suara à suara hilang
d)     Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam posisi berbaring
e)      Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30 langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
4.   Tes tensilon (edrophonium chloride)
a)       Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2 mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5 menit
b)       Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung
5.   Tes Prostigmin (neostigmin)
a)      Injeksi prostigmin 1,5 mg im,
b)      Dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya spt nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit, mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam
6.   Pemeriksaan EMNG
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo (decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai 80%
7.   Pemeriksaan antibodi AchRss
Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata, &0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit
8.   Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT sering normal.
9.   Diagnosis Banding
a)      Sindroma Eaton-Lambert
·      Sering tjd bersamaan dg small cell Ca dari paru
·      Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach tidak dpt berlangsung dg baik
b)      Botulism
·      Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt masuk mll makanan yg terkontaminasi
·      Dg cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach dari ujung terminal akson persinaptik
10.  Pengobatan
·         Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
·         Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60 mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu, miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
·         Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis 15 mg tiap 3-4 jam
·         Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60 mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek samping obat
·         Obat : azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama prednison
·         Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate mofetil
·         Intravenous Imunoglobulin
·         Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
·         Pada MG berat
·         Plasmapharesis
·         Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan antibodi yang beredar dalam serum penderita.
2.7  Penatalaksanaan
a)         Medikamentosa
·         Piridostigmin ( tablet 60 mg) Dosis awal 4 x 15 mg ( ¼ tablet ) stelah 2 haridtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg.Dosis maksimum 6 table / hari ( 360 mg /hari) Jika tidak berespons dapat diberi kortikosteroid maupun Azathioprine. Bila Pasien usia <45 tahun dengan AChR + ,dapat dipertimbangkan timektomi dini. (Dewanto dkk,2009:64).
·         Kortikosteroid ( Prednison) dapat diberikan selang beberapa hari. Dosis mencapai 1,5mg / kg/selang sehari atau ,misalnya 100 mg /hari.Dosis ini dipertahankan sampaipasien menagalami remisi ( beberapa bulan ). Dosis dapat dikurangi per 10 mg setiap3-4 mgg sampai 20 mg / selang sehari. Dosis kemudian dikurangi 1 mg setiap bulandan diberikan kembali dengan dosis tinggi bila relaps. (Dewanto dkk,2009:64).
·         Azathiropin, dapat diberikan dengan dosis awal 2 x 25mg . Dosis dapat ditingkatkanmenjadi 25 /hari sampai mencapai 2,5 mg /kg/hari. Sebelum dilakukan terapidilakukan evaluasi darah rutin ( hitung jenis dan fungsi hati).Evaluasi dilakukan setiap 3 minggu selama 8 minggu kemudian setiap 3 bulan. (Dewanto dkk,2009:64).
b)         Timektomi
Kelenjar Timus Memproduksi T- Limfosit yang berperan dalam system imun. Ada penderita Miastenia Gravis,kelenjar tymus dapat mengalami peningkatan jumlah sel (hyperplasia timus) atau tumor ( Tinoma ), sehingga merangsang, pembentukan antibody berlebihan. Tindakan Timektomi terbukti meperbaiki kondisi klinis paseien MG.(Dewanto dkk,2009:64)
c)         Plasmaferesis ( Plasma Exchange)
Efektif sebagai terapi jangka pendek pada pasien MG dengan exaserasi akut. Pada Plasma ferensis dilakukan pengantian darah dengan sel darah merah merah, sehingga plasma darah dibuang dan diganti dengan suplemen yaitu human albumin dan arutan normal salin
d)        Intavenous Imunoglobulin ( IV ig)
Mekanisme kerja adalah mengurangi kemotaksis atau aktivasi makrofag. (Dewantodkk,2009:63).

2.8   Komplikasi
a)   Gagal nafas
b)   Disfagia
c)   Krisis miastenik
d)  Krisis cholinergic
e)   Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama :
a)    Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
b)    Gastritis, penyakit peptic ulcer
c)    Pneumocystis carini
2.9  Prognosis
-        Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
-        MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
-        40% hanya gejala okuler


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN MIASTENIA GRAVIS
A. Pengkajian
a)      Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin(wanita),dan status
b)      Keluhan utama : kelemahan otot
c)      Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
d)     Pemeriksaan fisik :
1)      B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2)      B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan.
3)      B3 (Brain)
·         Pengkajian Saraf Kranial
a)         Saraf I (olfaktorius)
Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama fungsi penciuman
b)         Saraf II (optikus)
Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan ganda.
c)         Saraf III, IV dan VI (okulomotoris,troklearis,abdusens)
Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia, mimic dari pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada nervus VI.
d)        Saraf V (trigeminus)
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot wajah.
e)         Saraf VII (fasialis)
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik lidah.
f)            Saraf VIII (akustikus)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g)         Saraf IX dan X (glosofaringeus,vagus)
Ketidakmampuan dalam menelan.
h)          Saraf XI (aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i)           Saraf XII (hipoglosus)
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik pada lidah.
·         Pengkajian Sistem Motorik
Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan dari system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas.
·         Pengkajian Refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons normal.
·         Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
4)      B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume pengeluaran urin, yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
5)      B5(Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.
6)      B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktivitas perawatan diri.(Arif Muttaqin, 2008)

B.  Diagnosa keperawatan
1.   Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2.   Gangguan persepsi sensori bd ptosis,dipoblia
3.   Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal
4.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
5.   Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
C. Intervensi
1.   Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien kembali efektif.
Kriteria hasil :
·         Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
·         Bunyi nafas terdengar jelas
·         Respirator terpasang dengan optimal
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kaji Kemampuan ventilasi
Untuk klien dengan penurunan kapasitasventilasi, perawat mengkaji frekuensipernapasan, kedalaman, dna bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi paru-paru tidal, kapasitas vital, kekuatan inspirasi),dengan interval yang sering dalammendeteksi masalah pau-paru, sebelumperubahan kadar gas darah arteri dansebelum tampak gejala klinik.
2.
Kaji kualitas, frekuensi,Dan kedalaman pernapasan,laporkansetiap perubahan yang terjadi.
Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dankedalaman pernapasan, kita dapatmengetahui sejauh mana perubahan kondisiklien.
3.
Baringkan klien dalamposisi yang nyamandalam posisi duduk
Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal
4.
Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

2.   Gangguan persepsi sensori b/d ptosis,dipoblia
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria hasil :
·         Adanya perubahan kemampuan yang nyata
·         Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang 
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Tentukan kondisi patologis klien
untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan.
2.
Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi
untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan disorientasi klien.
3.
Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten dan seksama
agar klien tidak kebingungan dan lebih berkonsentrasi
4.
Observasi respon perilaku klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
untuk mengetahui keadaan emosi klien

5
Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan kalimat-kalimat pendek.
memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.

3.   Resiko tinggi cedera b/d fungsi indra penglihatan tidak optimal
Tujuan :
. Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera
Kriteria hasil :
·      Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
·      Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan 
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya
2.
Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatandan daya tahan. Menjadi partisipan dalampengobatan, klien harus belajar tentangfakta-faakta dasar mengenai agen-agenantikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan dosis, danefek toksik. Dan yang penting padapengguaan medikasi dengan tepat waktuadalah ketegasan.
3.
Evaluasi Kemampuan aktivitas motorik
Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan
4.   Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan :
Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil :
·         Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
·         Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kaji komunikasi verbal klien.
Kelemahan otot-otot bicara klien krisis miastenia gravis dapat berakibat pada komunikasi
2.
Lakukan metode komunikasi yang idealsesuai dengan kondisiklien
Teknik untuk meningkatkan komunikasimeliputi mendengarkan klien, mengulangiapa yang mereka coba komunikasikan dengan jelas dan membuktikan yang diinformasikan, berbicara dengan klienterhadap kedipan mata mereka dan ataugoyangkan jari-jari tangan atau kaki untukmenjawab ya/tidak. Setelah periode krisis klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.
3.
Beri peringatan bahwa klien di ruang inimengalami gangguanberbicara, sediakan bel khusus bila perlu
Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan komunikasi
4.
Antisipasi dan bantu kebutuhan klien
Membantu menurunkan frustasi oleh karenaketergantungan atau ketidakmampuanberkomunikasi
5
Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan dan tenang,gunakan pertanyaan denganjawaban ”ya” atau”tidak” dan perhatikanrespon klien
Mengurangi kebingungan atau kecemasanterhadap banyaknya informasi. Memajukanstimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
6
Kolaborasi: konsultasi ke ahli terapi bicara
Mengkaji kemampuan verbal individual,sensorik, dan motorik, serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dankebutuhan terapi

5.   Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
Tujuan :
Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil :
·         Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yangsedang terjadi
·         Mampu menyatakan penerimaan diriterhadap situasi
·         Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
NO
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kaji perubahan darigangguan persepsi danhubungan dengan derajat ketidakmampuan
Menentukan bantuan individual dalammenyusun rencana perawatan ataupemilihan intervensi.
2.
Identifikasi arti dari Kehilangan atau disfungsi pada klien.
Beberapa klien dapat menerima danmengatur beberapa fungsi secara efektifdengan sedikit penyesuaian diri, sedangkanyang lain mempunyai kesulitanmembandingkan mengenal dan mengaturkekurangan.
3.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan
Membantu meningkatkan perasaan hargadiri dan mengontrol lebih dari satu areakehidupan
4.
Anjurkan orang yang Terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya
Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembanganharga diri serta mempengaruhi prosesrehabilitasi

Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.
Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan. Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering terjadi pada para wanita sehingga kita sebagai perawat harus bisa menentukan diagnosa keperawatan terhadap pasien dengan myastenia gravis serta perlu melakukan beberapa tindakan dan asuhan kepada pasien dengan masalah tersebut


1 komentar: